Senin, 12 Desember 2011

Malam

"Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padaNya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia Allah SWT.) bagi orang-orang yang mendengar."
(QS. Yunus : 67)

Pernahkah Anda bayangkan bagaimana jika dunia ini tidak pernah diliputi malam? Kita hanya mengenal waktu siang yang terang benderang. Dibeberapa tempat tertentu di belahan dunia lain memang ada sebuah tempat yang waktu siangnya sangat panjang tetapi tetap saja ada saat-saat dimana matahari tenggelam sehingga tetap saja suasana malam bisa dirasakan semua orang.

Malam dan siang bukan hanya dibedakan dari terang dan gelap. Gelap sendiri sesungguhnya tidak ada yang ada hanyalah ketiadaan cahaya yang kemudian kita sebut sebagai gelap. Jika malam hanya kita tandai dengan tiadanya cahaya atau sasana yang gelap saja, maka banyak kota di negara-negara industri maju tidak pernah mengalami malam hari karena sepanjang waktu tidak pernah gelap. Tapi toh kita tetap menyebut malam jika waktu malam tiba, meskipun terangnya tidak jauh berbeda dari siang hari.

Sesungguhnya Allah SWT menciptakan perbedaan waktu antara siang dan malam bukan tanpa maksud apa-apa. Di balik pergantian waktu siang dan malam itu terdapat hikmah yang besar, bukan hanya bagi manusia semata, tetapi juga bagi penghuni jagat ini lainnya, yaitu binatang dan tumbuh-tumbuhan.

Bagi manusia, perbedaan siang dan malam mempermudah manusia dalam mengatur pola hidup keseharian. Paling sederhana, manusia bisa mengatur pola hidupnya pada dua waktu itu. Al-Quran menyebutkan waktu suang untuk mencari karunia Allah SWT ., yaitu bekerja mencari nafkah, mencari ilmu, hidup bermasyarakat dan kegiatan kemanusiaan lainnya. Sementara malam diformat untuk waktu istirahat.
Allah SWT menciptakan malam sesungguhnya seperti sebuah selimut (surat an-Naba':10 menyebutkan sebagai pakaian) yang membuat kita nyaman untuk beristirahat (tidur). Keserasian waktu malam untuk beristirahat (tidur) ini tidak lepas dari keadaan bumi tempat kita tinggal. Pada malam hari, suhu udara pada umumnya berubah menjadi rendah, karena sinar matahari tidak ada, sehingga membuat orang mudah lelap.

Tidur pada suhu udara seperti itu sangat baik untuk kesehatan, melemaskan otot-otot yang tegang setelah seharian bekerja dan mengendurkan saraf. Maka tidak aneh jika pagi hari kita akan merasakan tubuh kembali segar setelah bangun tidur. Berbeda hanya jika kita tidur pada waktu siang kesegaran tubuh seperti yang kita dapat setelah tidur malam tidak kita dapati pada siang hari. Bahkan kebanyakan suasana sebaliknya, kita biasanya mudah marah dan sedikit kesal jika bangun dari tidur siang.

Meskipun waktu malam disediakan oleh Allah SWT untuk beristirahat (tidur), bukan berarti kita tidak boleh memanfaatkannya untuk hal lain. Kita justru diperintahkan oleh Allah SWT memanfaatkan waktu malam untuk mendekatkan diri kepadaNya. Disinilahkita diuji oleh Allah SWT apakah kita masih mau menyisakan waktu istirahat yang diberikanNya itu untuk beribadah dan mendekatkan diri kepadaNya, ataukah kita tetap bermanja dengan buaian selimut dan empuknya kasur dan bantal yang terus menggoda???

Semuanya terserah kepada kita. Yang pasti, Allah SWT berjanji akan meninggikan derajat orang-orang yang berani meninggalkan kelembutan selimut untuk mengadu dan bermesraan denganNya dalam tahajud yang khusyuk dan tenang sebagaimana firmanNya dalam surat Al-Isra':79. Wallahu a'lam bish-shawwab.
(Ridwan)

(Dikutip dari Majalah Hidayah)

Kisah Sebuah Persahabatan (Oleh Ritadiana Najib)

Apa yang akan anda lakukan jika di suatu pagi yang cerah anda menelpon seseorang yang mengaku sebagai sahabat anda untuk sebuah itikad baik, tapi sambutan yang anda terima justru semprotan kemarahan tanpa sebab yang sarat dengan kata-kata kasar tanpa memberi kesempatan pada anda bertanya,” Hei, What’s going on?”. Apa lagi untuk menuntut penjelasan darinya, karena kemarahannya yang meluap-luap dan tidak terkendali. Satu hal yang sangat aneh dibalik sikap manis yang ditunjukkannya selama kami berinteraksi. Sebagai catatan yang perlu diingat, sesungguhnya hubungan kami selama ini berjalan sangat harmonis.

Beberapa tahun yang lalu aku mengalaminya. Sebagai orang normal tentu saja aku kaget, sedih, marah, terhina berbagai perasaan campur aduk. Dengan perasaan yang masih tidak menentu, Alhamdulillah aku yang sebenarnya berusia jauh lebih muda dari Mbak Mamik (sebut saja namanya Mbak Mamik) masih ingat nasehat almarhumah ibuku,”kalau pikiranmu sedang tidak menentu, baik itu sedih, marah atau perasaan tidak enak lainnya, cobalah berwudhu dan shalat sunat dua raka’at. 

Apabila tidak memungkinkan untuk melakukannya, tarik nafas dalam-dalam, beri ruang sejenak untuk tetap tenang. Jangan panik bila ada masalah yang kadang datangnya tidak kita duga, hati-hatilah dalam bertutur kata dan jangan membuat sebuah keputusan disaat kamu belum benar-benar tenang”.

Setelah semua semprotan selesai, kujawab,”Ok, sekarang tolong dengarkan aku, walaupun aku tidak mendapat penjelasan penyebab dari kemarahan Mbak, sebelumnya aku minta maaf jika telpon dariku mengganggu aktifitas Mbak. Aku cuma mau mengucapkan selamat jalan, semoga sampai di tempat tujuan dengan selamat sehubungan dengan kepindahan Mbak ke kota lain. Maaf bila kami sekeluarga tidak bisa ikut mengantar karena suamiku tidak mungkin meninggalkan perkerjaannya. 

Bagaimanapun kemarahan Mbak padaku yang tanpa sebab sudah terjadi, It had been done. Hal yang sudah terjadi tidak bisa dihapus lagi dan akan menjadi sebuah memori. Suatu hari nanti Mbak akan menyesali kejadian ini karena Mbak tidak mampu mengendalikan emosi Mbak”.

“Ada satu hal yang ingin kusampaikan, bagiku seseorang yang mengaku sebagai sahabat, dia tidak akan pernah berusaha secara sadar menyakiti hati sahabatnya. Sahabat adalah seseorang yang selalu ada di saat suka dan duka. Sahabat itu seseorang yang menerima kita apa adanya baik dan buruk sifat sahabatnya (satu paket), satu sama lain saling mengoreksi untuk menjadi pribadi yang lebih baik tentunya dengan tetap menghargai privacy masing-masing”.

Kututup telpon dengan tangan gemetar, masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Tak terasa mukaku sudah bersimbah airmata. Sejak aku kecil hingga kini sudah mempunyai seorang momongan bayi mungil, baru kali ini ada orang yang berkata sangat kasar padaku, hal yang tidak akanmudah kulupakan seumur hidupku.

Hari itu aku habiskan sisa waktuku bermain dengan balitaku yang lucu, Alhamdulillah disaat sedih begini aku dianugerahi seorang gadis kecil yang sangat lucu, tidak berhenti bergerak dan terus berceloteh sepanjang dia terjaga. Apa saja bisa menjadi bahan cerita menarik yang dicampur dengan khayalan-khayalan khas anak-anak. Hingga saat tidur siangnya tiba, dia terlelap, wajahnya bak malaikat. Ya, dia malaikat kecilku yang telah menghibur hati bundanya yang sedang bergemuruh tidak menentu. Dalam suasana sepi begini, kembali terngiang semprotan tadi pagi. Aku berusaha keras mengetahui root cause dari peristiwa ini dengan instropeksi diri. Walaupun aku sudah menyusun list yang sangat panjang mengenai hal-hal yang pernah kami lakukan/bicarakan bersama yang mungkin secara tidak sengaja telah menyakiti hatinya. Tapi tidak kutemukan celah yang menjadi alasan kuat baginya untuk berkata kasar padaku. Lagi pula bila pun ada kesalahpahaman diantara kami, biasanya kami akan berbicara secara terbuka dan selalu diakhiri dengan saling memaafkan. “Tapi mengapa kali ini sangat aneh ya?”, bisikku lirih di dalam hati.

Seminggu setelah keberangkatan Mbak Mamik, akhirnya Allah memberikan sebuah petunjuk padaku melalui telpon seorang teman yang kebetulan tetangga Mbak Mamik. Maya namanya, tetangga Mbak Mamik bercerita padaku bahwa sebelum terdengar deringan telpon dariku, Maya mendengar ada keributan di rumah sebelah. Maya berusaha mencari tau, apa ada maling yang masuk? Karena saat itu memang lagi musim banyak rumah dimasuki maling, apalagi pagi-pagi begini. Tapi setelah dia mendengar dengan lebih seksama yang terdengar justru pertengkaran hebat antara suami-istri. Maya mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu rumah tetangganya.

Tidak begitu lama terdengar deringan telpon dan si empunya rumah mulai ngamuk lagi (tadinya Maya berpikir mungkin itu telpon dari suaminya, tapi kenapa namaku yang kerap disebut oleh Mbak Mamik). Dari situlah terkuak root cause kenapa Mbak Mamik ngamuk-ngamuk ketika aku telpon. Ternyata aku menelpon di waktu yang tidak tepat.

Pertanyaannya sekarang, dalam kondisi apapun bijaksanakah menjawab telpon dari seseorang yang berniat baik dengan semprotan kemarahan? Yang pada akhirnya dia sadari sendiri bahwa itu hanya bentuk pengalihan rasa marah dan kecewanya pada pasangannya?

Bagaimana dengan perasaan sahabat yang menelponnya, pernahkah terpikir olehnya bahwa dia sudah menyakiti dan melukai hubungan persahabatan mereka yang dulunya sangat indah? Mungkin dia lupa pepatah lama, gara-gara nila setitik rusak susu sebelanga. Itulah yang terjadi pada akhirnya.

Setelah peristiwa yang “sangat mengesankan” itu, kami tidak pernah bertegur sapa lagi. Hal ini didukung juga oleh kondisi dimana kami sekarang berdomilisi di kota yang berbeda dengan jarak yang relatif jauh.

Sebenarnya aku bukan tipe pendendam. Tapi aku mau cooling down dulu agar suasana tidak bertambah runyam. Aku tidak munafik, terselip rasa sakit hati bila mengingat kejadian itu. Namun tidak pernah terbersit olehku niat untuk membalas tindakan bodohnya. Thanks to my husband for your advised and support. Akan kucoba untuk selalu mengingat nasehatmu bahwa bila kita mendapatkan perlakuan yang tidak baik dari seseorang, akan lebih baik bagi kita mendoakan orang tersebut agar menyadari kekhilafan yang telah ia lakukan dan mohonlah pada Allah agar dibukakan hati orang tersebut supaya ia bisa menjadi orang yang lebih baik.

Seiring dengan berjalannya waktu pada akhirnya di suatu pagi telpon rumahku berdering, terdengar suara yang sangat akrab dengan telingaku mengucapkan salam. Suasana menjadi kaku karena aku sama sekali tidak menduga bahwa orang yang telah menyakiti hatiku masih berani menelponku. “Ada apalagi ya? Sumpah serapah lagikah?”. Perasaanku bergelut dengan berbagai macam pertanyaan. Ternyata dengan suara terbata-bata, ia mengucapkan permintaan maafnya terhadap perlakuannya yang teramat kasar padaku beberapa waktu yang silam. Aku terdiam sesaat. Kemudian kujawab bahwa sejak lama semuanya sudah kumaafkan. Aku tau jawabanku tidak mampu mencairkan suasana kaku diantara kami, setelah sedikit basa-basi percakapan singkat itupun selesai.

Alhamdulillah akhirnya dia sadar akan kesalahannya. Sampai sekarang aku tetap menjaga hubungan silaturahmi dengannya, walaupun terus terang aku mulai menjaga jarak, aku tidak mau disakiti lagi. Cukup satu kali saja. Tidak mudah melupakan seseorang yang sudah dekat dan kita percaya, tapi tega mengeluarkan kata-kata yang sangat menyakitkan perasaan. Butuh waktu yang lama untuk recovery perasaan yang terlanjur terluka.

Satu hal yang aku percaya bahwa selalu ada hikmah dibalik sebuah peristiwa, sekarang berpulang pada kita masing-masing bagaimana caranya menjadikan hikmah itu sebagai sebuah ilmu yang sangat berguna untuk menempa kita menjadi pribadi yang lebih bijaksana dalam mengarungi kehidupan yang notabene berisi jutaan bahkan milyaran manusia dengan berbagai macam karakter. Masih banyak kita temukan manusia yang berbudi luhur, tapi tidak sedikit juga yang memiliki sifat jahat dan kasar. Itulah kehidupan, penuh warna.
Semoga aku diberikan kekuatan dan kemampuan mengendalikan emosiku. Karena aku tidak diberikan kemampuan untuk mengendalikan emosi sahabatku. Semoga aku dijauhkan dari sikap yang tidak terpuji yang dapat menyakiti hati sahabat-sahabatku. Amiiin.

UNTUK SAHABAT


Saat kita slalu jauh,..

Menjauh tanpa ada lagi kata persahabatan yang harmonis..

Dan slama ni juga kita slalu brtentangan satu sama lain,..

Slama ni qta hanya memikirkn ego qta msing-masing tnpa mementingkn prshbatn ni..

Tapi akan slalu q ingat semua persahabatan tentang kita..
Akan slalu q kenang masa-masa yang indah,, disaat qta saling bahu-membahu...

Dan jika kelak kita mempunyai khidupan masing-masing,, q ingin kalian mengingatku SELAMANYA....



22 JANUARI (Iwan Fals)


22 Januari kita berjanji
Coba saling mengerti apa didalam hati
22 Januari tidak sendiri
Aku berteman iblis yang baik hati
Jalan berdampingan
tak pernah ada tujuan
Membelah malam
mendung yang selalu datang
Ku dekap erat
Ku pandang senyummu
dengan sorot mata
yang keduanya buta
Lalu kubisikan sebaris kata-kata
Putus asa….sebentar lagi hujan

SIFAT EGOIS

Apakah Anda pernah mendengar kata egois??
Apakah Anda tahu egois itu apa???

Egois tentunya bukan sesuatu yang asing bagi Anda, bukan??
Yaaa, bahkan orang-orang yang punya sifat egois pun kini berada disekitar Anda.

Sekarang, ayo kita cari tau apa itu sifat egois.
Egois, kata yang seringkali kita dengar untuk menggambarkan orang yang selalu berdasar pada dirinya. Dalam arti luas bisa diartikan, seorang yang egois merupakan orang yang tidak mau mengalah. Apakah itu salah? tidak! itu bukan merupakan kesalahan. Yang menjadi masalah adalah jika tingkat ke-ego-an yang kita miliki sudah berlebihan.


Lalu bagaimanakah orang egois itu??
Disaat dia disuruh berkorban untuk kepentingan bersama dia ngga akan pernah mau.. Dengan alasan ini lah.. itu lah...
Apakah mereka ga punya kepedulian sama sekali??

Apa akibat dari sifat egois???
Sekarang dia belum sadar bahwa keegoisannya akan berakibat pada dirinya sendiri. Orang egois membuat dirinya tidak akan maju. Orang egois akan membuat dirinya ngga berguna buat orang lain.

So, apa yang bisa kita simpulkan dari sifat egois itu sendiri???
Tiada manusia yang sempurna, maka setiap manusia pun pasti mempunyai sifat egois dalam diri mereka. Tapi seharusnya kita bisa mengendalikan sifat egois kita itu. Kita harus bisa menempatkannya disituasi tertentu.
Agar sifat egois itu tidak memberikan dampak yang negativ buat kita ataupun orang lain. 
Maka dari itu, ayo kita jadi orang yang bisa berguna buat orang di sekeliling kita.

************(^_^)************

PERSAHABATAN YANG PUTUS

“Assalamu’alaikum….”, terdengar salam dari pintu rumahku. Di hari minggu pagi biasanya Zahra dan Lia pergi ke rumahku untuk mengajakku dan Nur bersepeda.

“Wa’alaikumsalam….”, balasku sambil membukakan pintu.

“Janah apa kamu mau ikut bersepeda dengan kami?” Tanya Zahra dan Lia.

“Ya,tentu saja. Sebentar ya aku panggil Nur dan ambil sepeda.” Jawabku.

Kami pun pergi bersepeda keliling desa. Tak terasa hari sudah menjelang siang, waktu menunjukan pukul 08.00. Aku dan Nur pun pulang karena kami harus mandi,sarapan, dan membantu orang tua membersihkan rumah.

“Zahra, Lia kami pulang dulu ya? Kami mau mandi,sarapan,dan membersihkan rumah.”, Nur pamit pada Zahra dan Lia.

“Ya! Tapi nanti kalau sudah kalian main ke rumahku ya?” Ajak Lia yang masih ingin bermain dengan kami.

“Ya….”, jawab kami sambil melambaikan tangan.

Zahra dan Lia adalah kakak beradik yang orang tuanya bekerja sebagai PNS dan termasuk keluarga yang berpenghasilan tinggi. Sedangkan aku dan Nur termasuk anak yang orang tuanya berpenghasilan berkecukupan.

Orang tua Zahra dan Lia adalah orang yang baik. Zahra dan Lia memiliki dua saudara tua, yang satu selalu bersikap baik dan ramah, sedangkan yang satu memiliki sikap tak acuh dan selalu sinis kepada aku dan Nur.

Aku,Nur,Zahra dan Lia sudah bersahabat sejak kecil, bahkan sebelum kami bersekolah. Hampir setiap hari aku dan Nur bermain ke rumah Zahra dan Lia.

Setelah aku dan Nur selesai membersihakn rumah, kami pun pergi ke rumah Zahra dan Lia.
“Assalamu’alaikum…?” sapaku dan Nur di depan rumah Zahra.

“Wa’alaikumsalam…”, jawab seseorang dari dalam rumah. Rupanya yang membukakan pintu adalah Kak Farid, kakak Zahra dan Lia yang ramah.

“Oh Janah dan Nur... kalian mau bermain sama Zahra dan Lia ya?Mari silahkan masuk…”, ajak Kak Farid ramah.

“Terima kasih”
 
Ketika aku dan Nur masuk,terlihat Kak Dena (kakak Zahra dan Lia yang satu lagi) sedang makan. Aku mencoba menyapa tapi Kak Deni dan bersikap tak acuh. Setelah aku bertemu denagn Zahra, kami pun bermain seperti biasa.

***

Hari terus berganti menjadi minggu, minggu berganti bulan, dan bulan pun berganti tahun. Selama bertahun-tahun kami bersahabat dengan baik hingga kami menginjak usia 11 tahun.

Sejak usia kami 11 tahun persahabatan kami mulai retak, karena dari keluarga Zahra dan Lia dating seorang nenek yang memiliki sifat tidak baik. Nenek itu tidak suka kalau cucunya bermain dengan anak orang biasa. Cucunya harus bermain dengan anak yang orang tuanya sederajat dengannya. Nenek itu juga pelit. Setiap pekarangan di rumahnya diberi pagar atau pembatas agar orang lain tidak bisa masuk.

Nenek tersebut adalah keluarga Zahra dan Lia yang datang dari luar kota. Nenek itu selalu berusaha memisahkan persahabatan aku,Nur,Zahra, dan Nur.Suatu saat ketika aku dan Nur bermain di rumah Zahra dan Lia, nenek itu bermaksud mengusir kami dengan berkata bohong tanpa sepengetahuan Zahra dan Lia.

“Janah,Nur kalian pulang dulu ya? Sebab nanti setelah makan siang Zahra dan Lia mau tidur.” Jelas Si Nenek.

Akhirnya aku dan Nur pulang tanpa berpamitan dengan Zahra dan Lia. Ternyata yang dikatakan Si Nenek memang bohong. Hal itu diketahuiki setelah aku lewat di depan rumahnya ketika mau pergi ke warung.

“Nur, tadi aku lihat Zahra dan Lia sedang menonoton TV di ruang depan.Mereka ga jadi tidur apa memang neneknya saja yang membohongi kita?” ceritaku kepada Nur.

“Ya mungkin neneknya yang membohong kita.Mungkin sebenarnya dia bermaksud mengusir, tapi dia pura-pura bilang kalau Zahra dan Lia mau tidur supaya nanti kita tidak kesana lagi hari ini.” Jawab Nur.

“Kalau begitu kita kesana besok lagi ya…” ajaku pada Nur.

Hari esok pun tiba…

Seperti biasa, setelah pulang sekolah aku dan Nur bermain ke rumah Zahra. Setelah kami bertemu, kami berniat kalau salat maghrib nanti kami akan pergi ke mushola untuk salat berjamaah.

“Allahu Akbar,Allahu Akbar…” suara adzan maghrib pun berkumandang.

Sesuai janji aku dan Nur datang ke rumah Zahra dan Lia untuk menjemput mereka.

“Assalamu’alaikum… Zahra… Lia…” panggil Nur.

“Wa’alaikumsalam!!” jawab Kak Deni dari dalam rumah, “Zahra… Lia… itu ada Janah dan Nur jemput kalian!! Lanjutnya.

“Ya sebentar…” jawab Zahra.

Kemudian Lia membukakan pintu dan berkata, “Janah, Nur sebentar ya, Zahra lagi wudlu dulu.”

Setelah selesai, kami pun berangkat ke mushola. Setelah salat Maghrib, untuk menunggu para orang tua selesai mengaji, kami bermain dulu.

“Zahra, Lia kita ajak Mei juga yuk untuk bermain?” ajak Nur.

“Ya. Nanti untuk menunggu waktu Isya kita main kerumahku dulu ya?” jawab Lia.

Akhirnya setelah menemui Mei, kami berlima pergi ke rumah Lia. Tapi ketika di rumah Lia, Mei tidak diizinkan masuk olah Si Nenek dan Kak Deni. Mei tidak tahu alasan kenapa dia tidak diizinkan masuk olah mereka.

Lalu Si Nenek berkata, “Zahra, Lia kalian salat Isya di rumah saja!! Lagi pula ada yang mau nenek katakan pada kalian.”

Zahra dan Lia bingung, tapi karena perintah itu disertai dengan paksaan Kak Deni, akhirnya mereka pulang. Sebelum masuk ke dalam rumah Si Nenek berkata lagi kepada aku,Nur, dan Mei, “Kalian kalau mau main jangan malam-malam!! Kalau kalian mau kesini lagi besok siang saja setelah pulang sekolah…” Kemudian kami pun ke mushola dan salat Isya. Setelah salat Isya kami pulang ke rumah masing-masing.

Untuk menjauhkan persahabatan kami berempat, Si Nenek membawa dua orang kakak beradik yang orang tuanya sederajat dengannya. Mereka adalah Putri dan Ita. Setiap hari Putri dan Ita diajak oleh Si Nenek untuk ikut bermain dengan Zahra dan Lia.

Hari-hari pun terus berlalu hingga datang bulan Agustus. Biasanya kami berempat selalu tampil dalam acara resepsi yang diadakan oleh RW setempat. Namun sejak kedatangan Putri dan Ita, aku dan Nur tidak di ikutsertakan tampil bersama Zahra dan Lia. Yang diikutsertakan adalah Putri dan Ita.Aku pun merasa sedih. Ditambah lagi jika kami sedang bermain, aku dan Nur selalu di acuhkan dan tak dianggap. Setelah itu aku memutuskan untuk menjauhkan diri dari keluarga Zahra dan Lia. Sejak saat itulah persahabatan kami berempat tidak akur. Dan memutuskan untuk berpisah.

SELESAI

Minggu, 11 Desember 2011

KESETIAAN SEEKOR HARIMAU (Cerita Rakyat dari Jawa Barat)

Pada jaman dahulu, ada sepasang suami istri di Tasikmalaya. Kehidupan mereka cukup tentram dan bahagia. Pada suatu hari mereka menemukan seekor harimau kecil yang ditinggal mati oleh induknya. Harimau itu dipelihara oleh oleh mereka, dididik dan diperlakukan seperti anggota keluarga sendiri. Ternyata hewan itu tahu diri, ia menjadi penurut kepada sepasang suami istri itu. Harimau pun tumbuh menjadi besar, ia cerdas dan tangkas.Kemudian sepasang suami istri itu menamainya Si Loreng.

Demikian erat hubungan Si Loreng dengan suami istri itu sehingga ia dapat mengerti kata-kata yang diucapkan suami istri itu. Kalau ia disuruh pasti menurut dan mengerjakan perintah suami istri itu dengan baik.

Suami istri yang bekerja sebagai petani itu semakin berbahagia ketika lahir anak mereka seorang bayi laki-laki yang sehat dan menyenangkan. Inilah saat bahagia yang mereka tunggu-tunggu sejak lama. Apabila mereka pergi bekerja ke sawah, bayinya ditinggal di rumah. Si Loreng ditugaskan untuk menjaga keselamatan bayi itu. Hal ini berlangung selama beberapa bulan.

Sepasang suami istri itu semakin sayang kepada Si Loreng kerna hewan itu ternyata dapat dipercaya menjaga keselamatan anak mereka.

Pada suatu siang yang terik, istri petani pergi ke sawah untuk mengirim makanan kepada suaminya. Melihat kedatangan istrinya si suami segera menghentikan pekerjaannya. Disana si suami melahap makanan yang dihidangkan istrinya.

Baru saja setelah makan dan minum, tiba-tiba mereka mendengar suara gerengan si Loreng. Si Loreng nampak lari pontang-pantin melewati pematang sawah terus menuju dangau. Si Loreng mengibaskan ekorna berkali-kali dengan lembut sembari menggosok-gosokkan badannya kepada suami istri itu.

"Kakang, mengapa tingkah Si Loreng tidak seperti biasanya?", tanya si istri.

"Iya Istriku... Aneh sekali. Ada apa gerangan?" sahut sang suami.

"Kakang lihat!!! Mulut Si Loreng penuh dengan darah!!!!", teriak sang istri

Sang suami tersentak kaget, mulut Si Loreng memang berlumuran darah.

"Loreng...? Jangan-jangan kau telah menerkam anakku. Kau telah membunuh anakku!!" kata sang suami.

Si Loreng menggeleng-gelengkan kepalanya, sehingga darah dibagian mulutnya berhamburan. Si suami seketika meluap amarahnya. Ia segera mencabut goloknya dan memenggal kepala Si Loreng. Si Loreng tak menduga disreang secara tiba-tiba sehinnga ia pun tak sempat mengelak. Harimau itu mengeram kesakitan, ia tidak melawan, hanya sepasang matanya memandang kearah sepasang suami istri itu dengan penuh rasa penasaran. Karena hewan itu belum mati, si suami segera mengayunkan goloknyadengan penuh kemarahan hingga tiga kali. Putuslah leher Si Loreng dari badannya. Hewan itu tewas dengan cara mengenaskan.

"Kakang! Cepat kita Pulang!"

Mereka segera berlari ke rumahnya.

Sampai di rumah, mereka mendapati anaknya masih berada dalam ayunannya. Bayi itu nampak tertidur nyenyak. Dirabanya tubuh anak itu, diguncang-guncang tubuhnya. Si bayi pun terbangun dan tersenyum melihat kedatangan orang tuanya.

Kedua suami istri itu bersyukur karena bayinya selamat dan masih hidup. Setelah puas memandangi anaknya, mereka merasa lega atas keselamatan anaknya. Kini mereka celingukan, mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Perhatian mereka terpusat pada tempat sekitar ayunan anaknya bagian bawah. Mereka mendapatkan bangkai seekor ular yang sangat besar berlumuran darah tergeletak di bawah ayunan. Sadarlah kedua suami istri itu bahwa Si Loreng telah berjasa menyelamatkan jiwa anaknya dari bahaya, yaitu dari serangan ular besar.

Mereka sangat menyesal, terlebih sang suami karena telah tergesa-gesa membunuh harimau kesayangannya.

Kisah ini memberikan pelajaran kepada kita agar tidak bertindak gegabah. Berpikirlah dengan cermat sebelum mengambil tindakan yang nantinya merugikan.